Bukan kisah yang terlalu penting (by; Dwitasari)
Diposkan oleh umaimatul firdausy di 09.57Aku masih merasakan sesak yang
sama. Aku tahu bahwa pada akhirnya aku akan sesedih ini, aku berusaha
menghindari air mata sekuat yang aku bisa. Tapi, kautahu, aku adalah
wanita paling tidak kuat menahan kesedihan. Kamu mendengar ceritaku
tentang pria itu kan? Aku selalu bercerita padamu tentang dia. Seberapa
dalamnya perasaanku, seberapa kuat cinta makin menerkamku, dan seberapa
hebat senyumnya bisa begitu meneguhkan langkahku.Kamu tentu tahu
seberapa dalam perasaanku padanya dan betapa aku takut perbedaan aku dan
dia menjadi jurang. Aku tak pernah memikirkan perpisahan selama ini,
tapi ternyata hal yang begitu tak ingin kupikirkan pada akhirnya
terpaksa masuk otakku. Aku dan dia tak lagi seperti dulu. Sapaannya tak
lagi sehangat dulu, senyumnya tak lagi semanis dulu, dan tawanya tak
lagi serenyah dulu. Aku tak tahu perubahan macam apa yang membuat sosok
pria itu begitu berbeda.Dari semua sikapku, tak mungkin kautak tahu aku
punya perasaan lebih padanya. Dari semua ceritaku, tak mungkin kautak
paham bahwa aku mulai jatuh cinta padanya. Aku terlalu banyak diam dan
memendam, mungkin di situlah kesalahanku. Terlalu egois mengatakan dan
terlalu takut mengungkapkan. Aku tak bisa menyalahkan siapa-siapa dan
tak bisa mengkambinghitamkan siapa pun. Bukankah dalam cinta tak pernah
ada yang salah?Mengetahui kenyataan yang mencekam seperti itu, aku jadi
malas tersenyum dan berbicara banyak tentang perasaanku pada orang lain.
Aku malah semakin belajar untuk menutup rapat-rapat mulutku pada setiap
perasaan yang minta diledakkan lewat curhat-curhat kecil. Berbahagialah
kamu bersama pria itu, pria yang selalu kubawa dalam cerita-ceritaku.
Pria yang bagiku terlalu tinggi untuk kugapai dan terlalu misterius
untuk kumengerti jalan pikirannya. Setiap melihatmu dengan pria itu, aku
berusaha meyakinkan diriku; bahwa aku juga harus ikut berbahagia
melihatmu dengannya. Sejatinya, cinta adalah ikhlas melihat orang yang
kucintai bahagia meskipun ia tak pernah menjadikanku pilhan
satu-satunya.Tenanglah, aku sudah mulai melupakannya. Sudah ada seorang
pria baru, yang tak begitu kucintai, tapi kehadirannya bisa sedikit
mengundang senyum di bibirku. Aku tak tahu, apakah perasaanku pada pria
baru itu adalah cinta. Aku tak berusaha memahami, apakah hubungan yang
kami jalani selama ini adalah ketertarikan sesaat atau hanya sarana
untuk menyembuhkan luka hatiku? Kami tertawa bersama, menghabiskan waktu
berdua, tapi segalanya terasa biasa saja. Tak ada ledakkan yang begitu
menyenangkan ketika aku bertatap mata dengannya.Pria yang selalu
kuceritakan padamu, yang kini telah menjadi kekasihmu, selalu berbentuk
gumpalan bayang-bayang di otakku. Semakin aku berusaha melawan, semakin
aku tak bisa menerima bahwa segalanya tak lagi sama. Aku tak ingin
ingatanku dan perasaanku yang dulu begitu besar pada masa lalu menjadi
penyiksa untuk pria baru yang ingin membahagiakanku kelak. Aku hanya
berusaha mengerti yang terjadi dan berusaha pasrah dengan kenyataan yang
memang harus kuketahui. Aku tak ingin dibohongi oleh kesemuan yang
membahagiakan, lebih baik kenyataan yang memuakan tapi penuh
kejelasan. Aku mohon, jagalah pria itu dengan susah payah, dengan sekuat
tenagamu. Aku ingin kebahagiaannya terjamin olehmu. Aku ingin dia
bahagia bersamamu. Di sini, aku tak bisa berbuat banyak, selain membantu
dalam doa.Aku tak sempat membuat dia tersenyum. Tolong, inilah
permintaanku yang terakhir, setelah ini aku tak akan mengganggumu;
bahagiakan dia, buatlah dia terus tersanyum, dan biarkan saja dia tak
tahu ada seseorang yang terluka diam-diam di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar